Minggu, 12 Oktober 2014

Masalah Yang Sering Terjadi Dalam Perbankan " Antara Bunga dan Riba "


  Pendahuluan

Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7
Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat
banyak”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan
dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem
perbankan konvensional.
Seperti yang kita ketahui setiap kita menabung di bank konvensional kita sering sekali mendapatkan bunga,
padahal dalam islam bunga itu sama dengan riba. Lalu bagaimana cara mengatasinya ? berikut akan saya
jelaskan

     

  Permasalahan

Bunga menurut Maulana Muhammad Ali adalah tambahan pembayaran atas jumlah pokok pinjaman.     Sedangkan menurut Al-Jurjani, bunga adalah: “kelebihan/ tambahan pembayaran tanpa ada ganti rugi/ imbalan yang disaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang berakad (bertransaksi)”

Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah), berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa’), dan membesar (al-‘uluw). Dengan demikian, riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi pinjam meminjam, bahkan tambahan dalam transaksi jual beli yang dilakukan secara batil juga dapat dikatakan sebagai riba.

Beberapa ulama memberikan definisi riba seperti berikut ini.
a). Muhammad ibnu Abdullah ibnu al-Arabi al-Maliki, dalam kitab Ahkam al-Qur’an, (IBI,39), memberikan pengertian riba, yaitu secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu ‘iwad (penyeimbang/pengganti) yang dibenarkan syariah.
b). Kemudian, Badr ad-Dien al-Ayni, dalam kitab Umdatul Qari, (IBI, 39), menjelaskan bahwaprinsip utama riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.
c). Imam Sarakhsi, dalam kitab al-Mabsul, (IBI, 39), memberikan pengertian riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya ‘iwadh(padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Hukum bunga dalam islam
       Yusuf Qardawi
Dalam bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporer, Yusuf Qardawi menyamakan bunga dengan riba dan, riba adalah haram. Ia menyatakan: “bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.”
Dalam bukunya yang lain, ia menyatakan bahwa Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan perdagangan. Seperti firman Allah:
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu.” (an-Nisa': 29)
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Seperti firman Allah SWT :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi.” (al-Baqarah: 278-279)
Jelas sudah bahwa sesungguhnya bunga dalam bank atau perbankan sama seperti riba yang bersifat haram.
Oleh sebab itu belakangan ini banyak sekali bank-bank di Indonesia yang mendirikan atau membuka bank bersifat syariah.
Pengertian bank syariah
Muh. Syafe'i Antonio dan Perwataatmadja (1992) membagi pengertian terkait hal ini dalam 2 pengertian : Pertama, Bank Islam adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah Islam. Kedua, Bank Islam adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Dari penjelasan kedua definisi ini, disimpulkan bahwa bank syariah merupakan bank yang beroperasi berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah, yakni tata cara beroperasinya mengacu pada aturan Al-Quran dan Hadits.

Adapun ciri-ciri umum bank syariah
·       Beban biaya yang telah disepakati pada waktu melakukan akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya fleksibel atau tidaklah kaku dan dapat ditawar dalam batas-batas yang masih wajar.
·       Pengarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sehingga bagi  penyimpan tidaklah dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). 
·       Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran harus selalu dihindarkan. Karena persentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang hingga batas waktu perjanjian telah jatuh tempo atau berakhir. 
·       Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fixed Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syariah menerapkan sistem berdasarkan atas modal untuk jenis kontrak al mudharabah dan al musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. 
·       Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank. 
·       Adanya dewan Syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut Syariah. Bank Syariah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam
·       Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa suatu beban murni yang bersifat sosial, dimana nasabah tidaklah berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal
·       Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan ikut bertanggung jawab atas keamanan dana yang sudah dititipkan dan memiliki kesiapan sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.

 Kesimpulan
·         Secara yuridis majelis ulama (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait haramnya bunga bank pada tahun 2003, yang isinya adalah: Pertama, Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yangdikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan secara pasti dimuka dan pada umumnya dimuka. Kedua, riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Ketiga, praktek pembungaan haram hukumnya, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainya maupun dilakukan oleh seseorang secara individual.
    Berarti memang sangat jelas bahwa riba itu diharamkan, walaupun dalam prakteknya masih sama dengan konvensional, tetapi perbankan dan lembaga keuangan syari’ah adalah solusinya, mereka mengambil keuntungan minimum bahkan sangat minimum berdasarkan kesepakatan bersama dalam akad, adanya saling ridha itulah makanya perbankan syari’ah contoh nya Bank Muamalat (BMI). Bank ini berdiri pada tahun 2001, pada tahun 1997 mungkin bisa dikatakan sebagai hikmah tersembunyi. Sebab melalui krisis tersebut Allah seolah ingin menunjukan bahwa syari’ah nya begitu berkah. Bayangkan saja saat itu neraca keuntungan seluruh Bank konvensional rugi besar , kalau tidak mau rugi besar kalau tidak mau dikatakan bangkrut. Karena terjadinya negative spread.

Sumber :