Untuk
dapat unggul dalam persaingan koperasi harus memiliki strategi yang
tepat. Memperbaharui produk, meningkatkan pelayanan dan pengelolaan
koperasi yang transparan. Disamping itu dibutuhkan alat yang dapat
membantu yang dapat mengakomodasi kegiatan administrasi, pelayanan
yang cepat dan pembuatan laporan yang cepat dan tepat yang dapat
digunakan oleh pimpinan dalam mengambil keputusan yang tepat mengenai
kebijakan dan strategi koperasi ke depan. Alat bantu yang dimaksud
adalah Sistem Informasi Manajemen Koperasi.
Perjalanan
koperasi sebagai salah satu pilar ekonomi nasional adalah perjalanan
panjang sejarah ekonomi bangsa ini. Setelah
Indonesia merdeka koperasi diterima sebagai satuan ekonomi yang
sesuai untuk Indonesia dan ideologi Pancasila. Hal ini dikarenakan
koperasi cocok dengan watak ekonomi Pancasila (ekonomi yang bersendi
pada seluruh nilai-nilai moral dan mengacu pada seluruh aspek
kehidupan sila-sila dari Pancasila).
Ekonomi Pancasila menekankan
kemandirian dan pemerataan kesejahteraan sosial sebagaimana tercakup
dalam sila ke-lima. Secara
tersirat sila tersebut menggambarkan pentingnya distribusi keadilan
dalam berbagai bidang termasuk ekonomi. Artinya kesejahteraan ekonomi
bukanlah milik segelintir orang di Indonesia tetapi menjadi hak
segenap rakyat.
Perjalanan
koperasi untuk mendukung perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
di Indonesia telah melewati proses panjang. Setelah
koperasi diterima sebagai satuan ekonomi yang mendasar dalam
mengembangkan ekonomi pribumi pasca proklamasi, maka
hampir semua desa diarahkan untuk membentuk koperasi primer. Namun
demikian sejumlah masalah yang dihadapi koperasi membuatnya belum
bisa menjadi tulangpunggung ekonomi rakyat. Selain kebijakan ekonomi
di masa lalu yang belum berpihak pada koperasi dan UKM persoalan
lainnya yang dihadapi adalah kekurangan modal, manajemen lemah,
kesulitan menjangkau pasaran dan tentu saja kurangnya sumber
daya manusia (SDM) yang
mengurus koperasi. Lemahnya
kelembagaan ini juga terjadi pada koperasi karena rendahnya pemahaman
perkoperasian oleh para pengelola, pengurus maupun anggota.
Partisipasi anggota dalam usaha dan pengelolaan koperasi cukup
memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat dan rendahnya pelaksanaan Rapat
Anggota Tahunan (RAT) oleh koperasi aktif. Rapat ini semestinya
berfungsi sebagai evaluasi manajerial dan sekaligus membentuk rencana
pengembangan bagi koperasi. Arah pengembangankoperasi kedepan
semestinya tidak hanya berorientasi pada bertambah
jumlahnyamelainkan
peningkatan efisiensi peran.
Penambahan jumlah tanpa peningkatan efisiensi tentu tidak akan
membawa pengaruh signifikan bagi peningkatankesejahteraan
rakyat.
Ini
adalah tantangan besar koperasi yang harus disikapi dengan serius dan
usaha keras. Kita perlu menyambut baik keinginan Kementrian Koperasi
dan UKM yang mencanangkan koperasi dan UKM sebagai pilar ekonomi
rakyat. Mengacu
pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, bahwa
Kementerian Koperasi dan UKM bertugas menangani urusan pemerintahan
dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program
pemerintah bidang pemberdayaan koperasi dan UKM. Tugas Kementerian
Koperasi dan UKM adalah merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan
koperasi dan UKM di Indonesia.
Wujud
keseriusan ini nampak pada Rencana
Strategis 2010-2014 yaitu meningkatkan Koperasi berkualitas (10%) dan
tumbuhnya (5%) jumlah koperasi aktif secara nasional. Upaya lain
adalah menumbuhkan
iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan usaha koperasi dan UKM
pada berbagai tingkatan pemerintahan,meningkatkan
produktivitas, daya saing dan kemandirian koperasi dan UKM di pasar
dalam dan luar negeri,
dan mengembangkan
sinergi dan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan
koperasi dan UKM. Ini menunjukkan keseriusan untuk menjadikan
koperasi sebagai tulangpunggung penggerak ekonomi rakyat.
Jika
target tersebut terealisasi maka koperasi akan menjadi kekuatan
ekonomi yang besar dan mampu menjadi soko guru ekonomi nasional.
Untuk menuju pada tujuan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah
serius guna mempersiapkan koperasi menjadi lembaga yang profesional
dan berkualitas. Sudah tidak jamannya lagi koperasi dikelola dengan
asal-asalan. Untuk itu pemerintah melalui Kementrian Koperasi dan
UKM, Dekopin, dan instansi terkait lainnya perlu mengadakan pelatihan
dan pembinaan secara intensif terhadap SDM koperasi. Pemerintah bisa
melibatkan perguruan tinggi agar upaya tersebut bisa dilaksanakan
dengan cepat dan hasilnya sesuai yang diharapkan.
Hal
lain yang tidak kalah penting dalam upaya revitalisasi peran koperasi
adalah terobosan dalam kebijakan kredit usaha. Bantuan modal untuk
UKM yang selama ini disalurkan oleh bank agar bisa dikelola oleh
koperasi. Ini bertujuan agar kebutuhan permodalan bagi UKM dapat
segera terpenuhi. Salah satu keluhan yang selama ini sering muncul
dari pengusaha kecil adalah sulitnya prosedur yang ditetapkan oleh
bank bagi UKM sehingga timbul keengganan untuk mengajukan bantuan
modal. Dana masyarakat yang terkumpul di bank sudah mencapai Rp
2.100 trilliun. Sesuai dengan ketentuan perbankan, 80% dari dana
masyarakat itu seharusnya dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk
pinjaman atau Loan Deposit Ratio (LDR). Untuk mempermudah dan
memperpendek prosedur peminjaman, keterlibatan koperasi sangat
diperlukan sebagai mitra perbankan.
Penyederhanaan
tersebut diharapkan dapat memicu semangat masyarakat untuk membuka
usaha sendiri tanpa bergantung pada lapangan kerja yang disediakan
pemerintah. Dengan jaringan yang luas dan menjangkau sampai ke
pelosok pedesaan koperasi adalah saluran distribusi yang bisa
diandalkan bagi penyaluran kredit usaha. Selain menyalurkan bantuan
permodalan, koperasi juga harus secara aktif melakukan pembinaan
terhadap masyarakat dan UKM agar mereka membenahi kelemahan manajemen
yang selama ini ada. Jika semakin banyak usaha kecil dan menengah
yang tumbuh di tengah masyarakat maka ini berarti ekonomi rakyat
telah mulai bangkit.
Namun
perlu disadari, bahwa kondisi tersebut hanya bisa dicapai jika
koperasi secara serius melakukan pembenahan intern dengan
meningkatkan profesionalisme kerja sehingga ketika diberi kesempatan
untuk membina dan mengembangkan UKM mereka bisa melakukan dengan
baik. Selain itu segenap anggota harus memegang teguh “rasa
memilki” terhadap perjuangan koperasi karena hal ini merupakan
faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai
kondisi sulit. Dengan mengandalkan “rasa memiliki” yang berimbas
pada loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk berjuang bersama
menghadapi berbagai kesulitan, akan membuat koperasi mampu mengatasi
berbagai tantangan yang dihadapi. Hal tersebut menjadi faktor
pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain dimana dalam koperasi
terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau tidak
dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain.
Faktor
lain yang akhir-akhir ini memperburuk citra koperasi adalah rendahnya
kredibilitas. Banyak koperasi yang dijadikan kedok untuk aksi
penipuan dan usaha lain seperti rentenir sehingga menimbulkan
keresahan di masyarakat. Kasus koperasi Langit biru yang menipu
hampir 120 ribu nasabahnya, menurunkan kredibilitas lembaga koperasi.
Kondisi tersebut terjadi ketika tingkat kepercayaan masyarakat kepada
koperasi semakin tinggi sehingga mengundang orang-orang yang berniat
jahat untuk melakukan tindakan penipuan.
Beragam
persoalan yang bisa menghambat perkembangan koperasi tersebut harus
diatasi agar koperasi mampu memainkan perannya. Oleh sebab itu
pemahaman atas nilai-nilaI koperasi berupa keterbukaan, demokrasi,
partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada
masyarakat harus menjadi pilar utama dalam perkembangan suatu
koperasi. Kerja
keras dari insan perkoperasian bagi berkembangnya ekonomi kerakyatan
adalah prestasi yang sangat ditunggu oleh bangsa ini agar keinginan
untuk mandiri dan berdaya di bidang ekonomi dapat tercapai.