Pertumbuhan ekonomi atau dapat
disebut juga sebuah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional, tahun 2010 mencapai 6.1 persen , jika kita kupas lebih
lanjut kenaikan
cukup signifikan ini merupakan kontribusi dari pertumbuhan
ekonomi pada triwulan ke 4 yang mencapai 6.9 persen sementara pada triwulan ke 3 hanya sebesar 5.8 persen. Angka-angka ini setidaknya menunjukkan penyerapan APBN pada triwulan 3
dan 4 cukup signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Maka tidaklah
mengherankan jika Sektor Pengangkutan dan Komunikasi melesat menyumbang
pertumbuhan sebesar 13.5 persen dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran bertumbuh sebesar 8.7
persen. Apakah hal ini menunjukkan aparat birokrasi pusat dan daerah kita pada kurun waktu triwulan ke 3 dan ke 4 banyak sekali mengadakan rapat, seminar, workshop
dan perjalanan dinas antar daerah?
Namun secara keseluruhan perlu
dicermati bahwa pertumbuhan ekonomi ini bukan didorong oleh Sektor Produksi Barang yang diwakili oleh Sektor Pertanian yang hanya bertumbuh
2.9 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian hanya sebesar 3.5 persen dan Sektor Industri Pengolahan sebesar 4.5 persen bandingkan dengan Sektor Jasa selain Sektor Pengangkutan dan Komunikasi serta Perdagangan, Hotel dan
Restoran seperti contoh
diatas, Sektor Keuangan , Real Estate dan Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 5.7 persen dan Sektor Jasa Jasa yang bertumbuh sebesar 6.0 persen . Seperti banyak kita tahu
bersama banyak
diantara petani, nelayan dan buruh masuk dalam
kategori masyarakat miskin , dengan pertumbuhan
ekonomi Sektor Produksi Barang yang hanya dibawah 5 persen dan menyumbang sekitar 53 persen
dari tenaga kerja secara keseluruhan ( 41 persen dari sektor pertanian, perkebunan
dan perikanan, 12 persen dari sektor industri pengolahan), maka tidaklah
mengherankan bila kemiskinan dan pengangguran tidak terkurangi secara mengesankan. Hal yang sebaliknya terjadi pada sektor jasa yang bertumbuh diatas 5 persen saat ini hanya menyerap tenaga kerja sebesar 11.5 persen. Dari
berbagai fakta diatas menarik untuk ditarik benang merah bahwa kemakmuran dan
penghasilan lebih besar dinikmati oleh para pelaku ekonomi pada Sektor Jasa dan
hal inilah yang menjadikan kesenjangan ekonomi masih terbuka jika dibandingkan
dengan pelaku atau tenaga kerja pada Sektor Pertanian, Pertambangan &
Penggalian, dan Sektor Industri Pengolahan ( petani, nelayan dan buruh)
Akibatnya kekerasan yang berujung pada kasus
pencurian, perampokan, dan bentuk lainnya marak terjadi. Inilah sumber
kekerasan, dimana masyarakatnya tidak tahu lagi mau kemana dan bagaimana
caranya memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar.
Kekerasan kembali dipicu dan diperparah lagi oleh
kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi. Dalam struktur masyarakat kita
seringkali kita menjumpai kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi. Seseorang
misalnya mempunyai gaya hidup yang sangat mewah di tengah lingkaran kemiskinan
yang menerpa masyarakat.
Sebagai contoh, tidak terlalu sulit menemukan gaya
hidup yang super mewah para pejabat kita. Di daerah yang miskin sekalipun
APBD-nya para pejabat dan kepala dinas mengendarai mobil-mobil mewah dengan
harga bisa mencapai angka Rp1 miliar.
Padahal dapat kita bayangkan begitu silaulah mata
masyarakat melihat ini. Sementara kinerja pemerintah tidak ada. Hanya
menyelesaikan KTP dan KK sebagai hak yang paling asasi masyarakat sebagai
identitas WNI sangat sulit. Mereka memperoleh KTP dan KK setelah terlebih
dahulu menyogok dan memebrikan uang salam tempel istilah orang Medan .
Kemudian para kontraktor sebagai mitra kerja Pemda dan
Pemkab sering menampilkan gaya hidup yang luar biasa mewah juga ditengah
susahnya masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya. Bisa kita bayangkan kualitas
proyek fasilitas publik seringkali cepat rusak karena kualitasnya seringkali
tidak memenuhi standar yang baik sesuai petunjuk UU.
Sumber :
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar